Minggu, 10 Juli 2016

Review Buku: Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Judul: Jakarta Sebelum Pagi
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: PT Grasindo
Terbit: Mei, 2016
Tebal: 280 hlm
ISBN: 978-602-375-484-7

“Jakarta is a weird place, and it gets creepier by the day.”

Blurb:
“Jam tiga dini hari, sweter, dan jalanan yang gelap dan sepi .... Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya.”

Mawar, hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan adanya stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.

Ketika–tanpa rasa takut–Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewatkan di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta.

Review:

I didn’t expect to enjoy Jakarta Sebelum Pagi as much as I do. Bahkan, aku sempat mengalami kesulitan dalam memahami gaya bahasa yang digunakan–well, mungkin karena Jakarta Sebelum Pagi merupakan novel pertama Ziggy yang kubaca. Kalimat pertama pada bagian prolog dalam novel ini sudah cukup untuk membuatku tersedak. Wah, pembukaan macam apa ini, pikirku.  Tapi, seiring berjalannya cerita, aku mulai menikmati kisah yang disuguhkan penulis.


Kabarnya, orang-orang, kalau sudah dewasa, biasanya mau coba hidup mandiri. Setelah itu, mereka sadar kalau hidup mandiri itu membosankan, menyebalkan, dan merepotkan.


Jakarta Sebelum Pagi
 mengisahkan Emina yang tengah mencari tahu stalker yang setiap hari menerbangkan balon perak ke depan balkon apartemennya. Meski sudah diperingatkan oleh sahabatnya, Nissa, untuk tidak mencari tahu siapa di balik sosok tersebut, Emina yang memiliki tingkat curiosity yang cukup tinggi tetap melakukan pencariannya sendirian.

Pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil bernama Suki. Dari semua perbincangan yang terjadi dengannya, Emina mendapatkan informasi bahwa stalker yang selama ini selalu mengetahui gerak-geriknya, ternyata tinggal di sebelah apartemennya. Tanpa berpikir panjang apa yang akan dihadapinya, Emina memutuskan untuk menemui stalker tersebut.

Setelah pertemuan pertama yang tidak menyenangkan antara Emina dan Abel–nama dibalik sosok stalker–, juga Suki yang datang tiba-tiba, mereka menjadi dekat satu sama lain. Petualangan sederhana mengunjungi bangunan-bangunan tua di tengah dinginnya Kota Jakarta sebelum pagi hari pun tercipta lewat setumpuk surat cinta–yang mereka sendiri tidak tahu siapa penulisnya.

Bersama-sama, mereka belajar untuk melawan rasa sakit. Bersama-sama, mereka belajar untuk menentukan pilihan yang tepat untuk hidup mereka; untuk mereka sendiri, bukan orang lain. Bersama-sama, mereka memecahkan misteri yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.


Bukannya menemukan orang yang bersedia menghabiskan waktu untuk mendengarkan kamu itu lebih penting daripada memaksakan diri untuk dilihat orang yang bahkan nggak peduli?


Lagian, rasanya bego kalau terus-terusan sedih, padahal ada banyak yang harus dilakukan dan ada banyak makanan enak.


Tapi, kita semua merasa sedih, kadang-kadang. Bukan karena terjebak di masa lalu, tapi karena kita perlu merasa sedih, kadang-kadang.



Unik dan misterius adalah dua kata yang menurutku pantas mendeskripsikan novel ini. Mulai dari alur, setting, sampai penokohannya tergolong sangat tidak biasa–tidak umum seperti novel-novel yang pernah kubaca. Tema yang diangkat juga tidak biasa dan cukup asing untuk sebagian orang–pengetahuan-pengetahuan yang diselipkan penulis cukup langka–I didn’t even know that such things exist. Meskipun demikian, setting tempat yang ada pada novel ini cukup membuatku merasa dekat. Jakarta and how fucked up that city has gotten.

Pada Jakarta Sebelum Pagi, penulis tidak secara jelas menjelaskan karakter-karakternya, juga latar tempat dan suasananya. Tapi hebatnya, aku tetap menikmati keseluruhan isi cerita tanpa merasa terganggu dengan hal-hal tersebut. Justru penulis seakan-akan memiliki magnet tersendiri yang membuat pembaca bisa mengagumi karakter-karakternya tanpa perlu diberikan gambaran lebih jelas.

Karakter-karakternya unik–seperti yang aku bilang, tidak umum–, memiliki rahasia dan peran-peran masing, serta pemikiran mereka sangat out of the box. Menurutku, pemikiran yang mereka sampaikan melalui interaksi satu sama lain sangat cerdas. Di sini, aku dibuat gemas dengan karakter Suki. I feel like I want to hug her tight.


Kenapa harus repot-repot mencemaskan apa yang akan terjadi di masa depan, kalau yang paling penting adalah sekarang–saat ini?


Berbicara tentang kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang ada pada Jakarta Sebelum Pagi adalah pemilihan kata oleh penulis. Santai, tidak puitis, tapi tepat sasaran. Keunikan yang dibungkus melalui kisah-kisah misterius yang tragis, juga petualangan singkat yang hadir pada dini hari menjadikan sesuatu yang baru untuk dinikmati. Aku juga suka dengan pemilihan font pada judul, lucu. Ilustrasi-ilustrasi yang menghiasi beberapa halaman juga sangat cantik.

Untuk kekurangan sendiri terletak pada cover yang sangat mirip dengan novel I’ll Give You The Sun karya Jandy Nelson, sangat disayangkanLalu, masih ada beberapa typo seperti kata CHina (hlm. 48), berpikr (hlm. 61), mrmelotot (hlm. 104), dll. Semoga di cetakan berikutnya bisa lebih baik lagi.

Overall, aku merekomendasikan Jakarta Sebelum Pagi untuk kalian yang menginginkan bacaan yang berbeda. Setelah ini, aku mungkin akan berburu karya-karya Ziggy yang lain. Untuk Aminah, eh, Emina, aku kasih 4 dari 5 bintang dulu ya!


Jangan pernah membaca karena ingin dianggap pintar; bacalah karena kamu mau membaca, dan dengan sendirinya kamu akan jadi pintar.


Salah satu potongan surat cinta favoritku:
Dan kau, sayangku, telah hancur dan berubah menjadi sesuatu yang dingin dan baru. Sementara saya telah ditinggalkan. Dan, dirimu yang dulu–berkas-berkas ingatan mengenai dirimu yang pernah ada–semakin dicintai oleh orang bodoh yang kau tinggalkan ini.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar